Aksi Gabungan Adili Jokowi, Seruan Mosi Tidak Percaya Rezim Prabowo-Gibran

sumber: LPM Orange

Aksi unjuk rasa adili Jokowi dan seruan mosi tidak percaya terhadap rezim Prabowo–Gibran berlangsung di sekitar lampu merah Ciceri, tepatnya dekat kantor Disdukcapil Kota Serang, Rabu (16/10/2024). Aksi ini diinisiasi oleh Aliansi Gerakan Masyarakat Sipil, Mahasiswa, Buruh, dan Tani Banten yang menyuarakan ketidakpuasan atas kinerja Presiden Joko Widodo selama menjabat dua periode, sekaligus memprotes keras  dan menolak pemerintahan Prabowo-Gibran. 

Rambo, Koordinator Humas aksi ini menjelaskan bahwa massa bersepakat untuk melakukan gerakan sebagai bentuk reaksi jelang pelantikan Prabowo-Gibran pada 20 Oktober 2024. Aksi ini merupakan momentum untuk Kota Serang, lanjutnya, guna menyongsong aksi nasional yang rencananya akan dilaksanakan pada 18, 19, dan 20 Oktober.

Menurut Rambo selama 10 tahun menjabat sebagai presiden, Jokowi telah menyusahkan rakyat Indonesia, khususnya perihal pekerjaan. Tak hanya itu, ia menyoroti adanya perampasan lahan yang dilakukan Jokowi dalam dua periode kepemimpinannya. “Kesusahan kan? rakyat susah, mencari pekerjaan susah sekali. Dan banyak problematik hari ini kita rasakan sebagai masyarakat, (seperti) perampasan lahan,” katanya (16/10/2024). 

Ketua Liga Mahasiswa untuk Indonesia (LMID) Untirta tersebut menyinggung presiden terpilih yang mengusung konsep “keberlanjutan”. Menurutnya masalah yang sama akan terus berlanjut meskipun presiden berganti. 

“Ini permasalahan tetap berlanjut sampai nanti, ngga bakal selesai. Mulai dari pendidikan, politik, HAM, ekonomi. Permasalahan berlanjut karena selalu mengundang investor, sama persis apa yang dilakukan kepemimpinan Jokowi hari ini,” ungkapnya. 

Bonsu, salah satu orator dalam aksi ini menegaskan bahwa isu-isu krusial belum terselesaikan di era kepemimpinan Joko Widodo selama dua periode. 

“(Masalah) dalam sektor pendidikan, kesehatan, kemiskinan ekstrim, agraria, buruh, pelajar, petani, korupsi, tidak dituntaskan oleh rezim Jokowi,” ujar mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Banten tersebut (16/10/2024). 

Ia merasa masalah-masalah di Indonesia masih terawat di bawah kepemimpinan Jokowi. Dia ingin Jokowi dan kroni-kroninya diberi hukuman karena kebijakannya menyiksa rakyat. 

“Adili Jokowi lah, berikan punishment kepada Jokowi dan kroni-kroninya yang melanggar konstitusi, yang menyiksa rakyat dengan produk-produk kebijakan yang dikeluarkan oleh rezim hari ini. Tidak ada kesejahteraan masyarakat Indonesia, masyarakat Banten khususnya,” tegas anggota Himpunan Mahasiswa Serang tersebut. 

Kebijakan Jokowi juga dinilai anti rakyat oleh Fikri, anggota Sekolah Mahasiswa Progresif (Sempro) Basis Untirta yang ikut turun dalam aksi ini. Menurutnya selama 2 periode kepemimpinan Jokowi, rakyat tidak mendapatkan keuntungan apapun. 

“Selama 10 tahun kepemimpinan Jokowi ini, ya kita ngga ngerasain apapun sehingga rakyat menuntut. Rakyat ini ingin dosa-dosa Jokowi diadili dalam peradilan rakyat,” katanya  (16/10/2024). 

Tak hanya itu, dirinya khawatir Indonesia akan berada dalam keadaan genting dan darurat apabila Prabowo-Gibran dilantik.

“Kita tahu Prabowo bisa dibilang penjahat HAM yang pernah menculik kawan-kawan mahasiswa. Sebagai mahasiswa yang berada digerakan, hal-hal tersebut yang paling kita hindari. Isu seperti HAM, hak-hak rakyat, akan menjadi garis perjuangan terdepan kita,” ucapnya. 

Aksi yang berlangsung dari sore hingga malam ini sempat memanas saat massa bersikeras memblokade jalan dan berujung ricuh dengan aparat keamanan. Bahkan beberapa mahasiswa menerima tindakan represif dari kepolisian. Akibatnya tak hanya adu mulut hingga fisik yang terjadi, tetapi kemacetan yang cukup terurai panjang. 

Tiara, salah satu pengendara yang terjebak macet karena aksi ini menyayangkan tidak adanya himbauan dari kepolisian terkait pengalihan lalu lintas. 

“Biasanya kalau mau ada aksi ada himbauan gitu. Kalo gitu kan enak ya, biar sama-sama saling ngerti. Tapi ini ngga ada konfirmasi,” protesnya (16/10/2024). 

Sebenarnya ia pribadi tidak mempermasalahkan aksi ini karena merupakan bentuk ekspresi dari mahasiswa untuk mengutarakan pendapatnya. Namun, ia menyoroti jangka waktu yang terlalu lama sehingga mengganggu jalanan.

“Dari aku ngga masalah sih, aksi ini kan cara mahasiswa mengutarakan pendapatnya. Cuma aku dulu pas jadi mahasiswa pernah ikut aksi juga di Bandung, kalau ngga salah harusnya sampai jam 5. Kalau sampai lama kaya gini mengganggu lalu lintas juga sih menurut aku,” pungkas Tiara.

Harapan dari dirinya aspirasi mahasiswa dan masyarakat dalam aksi ini dapat tersampaikan. “Ya semoga aspirasi dari teman-teman dapat tersampaikan aja,” tutupnya.

Penulis: Tirta Sena